INILAH.COM, Jember - Indonesia siap menjadi penguasa
kakao dunia dengan mengalahkan Pantai Gading apabila ada integrasi
pemangku kepentingan atau stakeholder yang lebih kuat.
Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Teguh Wahyudi pada acara diskusi kunjungan wartawan di Puslit Kopi dan Kakao, Jumat (17/5).
"Dari segi bibit, Indonesia lebih unggul. Sudah banyak negara Eropa yang mengakui keunggulan bibit di Indonesia dibanding Pantai Gading atau Ghana," kata Teguh.
Menurutnya, Indonesia bisa lebih unggul karena kondisi geografi Pantai Gading dan Ghana terlalu kering. "Namun, di Pantai Gading dan Ghana, dewan kakao di sana terintegrasi dengan baik sampai ke tingkat penelitian," terangnya.
Di sisi lain, kedua negara Afrika tersebut merupakan bekas jajahan Eropa, sehingga mudah mengekspornya.
"Indonesia sudah masuk dalam keanggotaan ICCO, organisasi kakao internasional, pada tahun lalu. Dan itu menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor kakao. Targetnya 7%, dan Jerman sebagai negara tujuan," lanjut Teguh seraya menyebutkan bahwa kualitas kakao di Afrika terlalu kering sehingga cita rasanya kurang enak.
Saat ini kebutuhan kakao dunia sekitar tiga juta ton per tahun. Sedangkan sumbangan Indonesia sebanyak 15%. "Peluangnya besar karena sekarang ini 70% kakao diproduksi di dalam negeri, sedangkan sisanya impor," jelasnya.
Teguh menyebutkan pula bahwa program pengembangan kakao secara besar-besaran yang digaungkan pemerintah pada masa Orde Baru, hanya bertahan tiga tahun, setelah itu tidak dilanjutkan.
"Nah sekarang ini akan banyak pabrik cokelat yang membangun di Indonesia dengan kebutuhan bahan baku 400 ribu ton hingga 600 ribu ton per hari. Yang menjadi masalah adalah kebutuhan bahan baku. Ini siap tidak pemerintah," imbuhnya.
Saat ini Puslitkoka Indonesia di Jember tersebut mampu memproduksi bibit antara 40 juta sampai 50 juta per tahun dengan sistem somatik embryogenesis (SE) atau pembelahan sel kultur jaringan, sehingga memudahkan pertumbuhan bibit.
"Lahan pun tercukupi. Termasuk pula para periset yang berjumlah 35 orang tercukupi," kata Teguh.
Teguh menambahkan tahun 2015 Indonesia siap menjadi eksportir kakao dunia. "Secara riset sudah siap," tegasnya.
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mengukuhkan Puslitkoka Indonesia yang sudah berdiri sejak 1911 menjadi Pusat Unggulan Iptek Nasional pada tahun lalu. [ikh]
http://www.lintas.me/
Hal tersebut dikemukakan oleh Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Teguh Wahyudi pada acara diskusi kunjungan wartawan di Puslit Kopi dan Kakao, Jumat (17/5).
"Dari segi bibit, Indonesia lebih unggul. Sudah banyak negara Eropa yang mengakui keunggulan bibit di Indonesia dibanding Pantai Gading atau Ghana," kata Teguh.
Menurutnya, Indonesia bisa lebih unggul karena kondisi geografi Pantai Gading dan Ghana terlalu kering. "Namun, di Pantai Gading dan Ghana, dewan kakao di sana terintegrasi dengan baik sampai ke tingkat penelitian," terangnya.
Di sisi lain, kedua negara Afrika tersebut merupakan bekas jajahan Eropa, sehingga mudah mengekspornya.
"Indonesia sudah masuk dalam keanggotaan ICCO, organisasi kakao internasional, pada tahun lalu. Dan itu menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengekspor kakao. Targetnya 7%, dan Jerman sebagai negara tujuan," lanjut Teguh seraya menyebutkan bahwa kualitas kakao di Afrika terlalu kering sehingga cita rasanya kurang enak.
Saat ini kebutuhan kakao dunia sekitar tiga juta ton per tahun. Sedangkan sumbangan Indonesia sebanyak 15%. "Peluangnya besar karena sekarang ini 70% kakao diproduksi di dalam negeri, sedangkan sisanya impor," jelasnya.
Teguh menyebutkan pula bahwa program pengembangan kakao secara besar-besaran yang digaungkan pemerintah pada masa Orde Baru, hanya bertahan tiga tahun, setelah itu tidak dilanjutkan.
"Nah sekarang ini akan banyak pabrik cokelat yang membangun di Indonesia dengan kebutuhan bahan baku 400 ribu ton hingga 600 ribu ton per hari. Yang menjadi masalah adalah kebutuhan bahan baku. Ini siap tidak pemerintah," imbuhnya.
Saat ini Puslitkoka Indonesia di Jember tersebut mampu memproduksi bibit antara 40 juta sampai 50 juta per tahun dengan sistem somatik embryogenesis (SE) atau pembelahan sel kultur jaringan, sehingga memudahkan pertumbuhan bibit.
"Lahan pun tercukupi. Termasuk pula para periset yang berjumlah 35 orang tercukupi," kata Teguh.
Teguh menambahkan tahun 2015 Indonesia siap menjadi eksportir kakao dunia. "Secara riset sudah siap," tegasnya.
Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) mengukuhkan Puslitkoka Indonesia yang sudah berdiri sejak 1911 menjadi Pusat Unggulan Iptek Nasional pada tahun lalu. [ikh]
http://www.lintas.me/