Cara untuk menjadi kaya ada 3 cara
yang bisa digunakan, dan Anda bisa pilih salah satunya, pertama Anda
terlahir dari keluarga kaya sehingga secara otomatis Anda menjadi orang
kaya, atau bila tidak pilihlah cara kedua yaitu nikahi orang kaya hingga
Anda bisa ikut jadi kaya, tapi cara kedua ini biasanya membutuhkan
modal wajah cantik dan ganteng, lalu bila kedua cara tersebut tak bisa
dan bukan takdir Anda sahabat absoluterevo maka pakailah cara terakhir
atau cara ketiga yaitu bekerja keras dibarengi berpikir cerdas, karena
bekerja keras saja tidaklah cukup.
Zhang Xin saat bertemu dengan bos Microsoft Bill gates
Cara ketiga
inilah yang ditempuh oleh Zhang Xin wanita yang kini menjadi salah satu
wanita terkaya di dunia asal Cina, siapa sangka seorang Zhang Xin yang
dulunya hanya seorang biasa-biasa tapi kini menjadi orang yang luar
biasa, bagaimana kisah selengkapnya mari kita simak bersama.
Namanya begitu populer di China.
Namun siapa sangka, ratu properti ini masa kecilnya penuh dengan
kesengsaraan. Zhang Xin, sang ratu properti, menghabiskan masa kecilnya
di lantai lima, rumah susun di pinggiran Beijing. Makan nasi ransum
dengan mangkuk besi bersama anak-anak pekerja keras China yang lain.
Saat remaja, ia sempat menjadi buruh
pabrik di Hong Kong. Bekerja 12 jam dengan shift. Saat kerja inilah,
sedikit demi sedit, Zhang bisa mengumpulkan uang. Pada usia 20, Zhang
telah memiliki uang cukup, dan memutuskan hijrah ke Inggris. Dia
mendapatkan bea siswa di Sussex. Kemudian, dia melanjutkan di Cambridge
untuk menyelesaikan gelar master.Pada usia 27 tahun, Zhang berhasil
menyelesaikan studi S2 di bidang Development Economics dari Cambridge
University.
Seperti kebanyakan orang Asia yang
merantau untuk belajar, setelah bekerja keras dan bersaing untuk
belajar, Zhang berhasil mendapatkan pekerjaan di perusahaan
internasional Goldman Sachs and Travelers Group, membangun karirnya
dalam investment banking. Dalam perjalanan karirnya,
Zhang telah mewarnai media publikasi bisnis yang terkenal seperti
BusinessWeek, Financial Times dan lainnya. Namun yang mengagumkan, Zhang
Xin tetap dikenal sebagai seorang pribadi yang low profile di antara
perkumpulan perantauan Cina.
Kini, dua dekade setelah dia bekerja
keras, Zhang bisa menatap dari lantai atas salah satu bangunan paling
bergaya dan bergengsi di Beijing. Itulah bangunan miliknya, yang
dibangun dari keringatnya sendiri. Zhang pun menjadi salah satu wanita
terkaya dunia.
Baru-baru ini majalah Forbes
menurunkan profil 10 perempuan miliarder dunia yang kekayaannya dari
keringat sendiri. Bukan warisan maupun hibah. Salah satunya Zhang, yang
memiliki kekayaan US$ 2 miliar atau sekitar Rp18 triliun.
Zhang Xin memulai kesuksesan dari nol, Anda pun bisa seperti dia
Di bawah bendera SOHO, Zhang
berhasil membangun kerajaan bisnis properti bersama suaminya. Dia
berhasil mengubah cakrawala dari rumah beton kotor yang ia tinggali
hingga 1970, menjadi gedung yang indah dan futuristik. “Pembangunan ini
bertahap dan begitu lama,” kata dia kepada The Sunday Telegraph.
“Saya
teringat ketika kami sedang berjuang membayar gaji dan tagihan.
Bagaimana pun perusahaan harus terus bergerak meskipun dengan utang.
Dengan kontrol biaya yang ketat, kami pun secara bertahap bisa mendapat
keuntungan.” Meski telah sukses, dia tidak mau memamerkan kekayaannya.
Penampilannya sangat sederhana. Bila menggunakan make up, tidak begitu
kentara. Begitu
juga dengan perhiasan, juga tidak berlebih.pakaian sederhana, kegiatan
akhir minggu untuk keluarga dan masih bepergian dengan penerbangan kelas
bisnis. Tentu hal ini sangat berbeda dengan gaya hidup wanita sukses di
negara kita dan di tempat-tempat lain http://ladjunewsonline.blogspot.com/2012/09/kisah-wanita-china-dari-buruh-pabrik.html
Ditanya mobil apa yang dia pakai,
dia ragu-ragu. Namun akhirnya menjawab. “Oh, itu Lexus. Saya tidak tahu
modelnya.” Bahkan dengan triliunan rupiah kekayaan yang ia punya, Zhang
tetap mempertahankan sikap hemat. Bila menggunakan pesawat, dia akan
menolak menggunakan kelas satu. Padahal bagi dia, sangat mudah terbang
ke mana pun dengan tiket paling mahal sekali pun.
“Ini bukan soal keterjangkauan, ini
tentang hati nurani,” katanya. “Kelas bisnis ini sudah cukup nyaman.”
Zhang yang sekarang berusia 45, lahir di China.
Tumbuh dewasa selama paruh kedua dari Revolusi Kebudayaan (1966-1976).
Dia merupakan putri generasi ketiga imigran Tionghoa yang pindah ke
Burma dan kembali lagi ke Beijing pada 1950. Keluarga ini tinggal di
sebuah bangunan utilitarian. Ibunya bekerja sebagai penerjemah resmi
membantu menyebarluaskan pernyataan Deng Xiaoping dan Zhou Enlai. Saat
sekolah, setiap siang Zhang pulang untuk makan nasi ransum dari kantin
gedung itu.
“Hanya ada tiga jenis makanan, semua
cukup buruk,” kenang dia. “Kami masing-masing memegang mangkuk nasi dan
dibawa ke kantin. Petugas membagikan makanan dari wadah yang sangat
besar,” kata dia sambil menunjuk foto pekerja konstruksi yang sedang
mengantre makan di salah satu proyek bangunannya. “Rasanya seperti itu,
hanya jauh lebih buruk.”
Saat itu, Zhang mengatakan, Beijing
adalah kota muram. “Bangunan-bangunan itu kelabu, semua orang berpakaian
abu-abu. Kami tidak pernah melihat langit. Tidak ada gagasan dari
langit biru untuk sebuah kemakmuran,” katanya. “Semua orang berpakaian
sama, makan sama, perbedaan antara satu orang dengan lain sangat kecil.
Mungkin sama seperti perbedaan satu rambut dengan rambut lain di kepala
Anda,” ujar Zhang.
Bekerja sebagai buruh pabrik di Hong
Kong baginya tidak jauh lebih baik. “Itu mengerikan,” katanya. Setelah
“melarikan diri” ke Inggris, pintu Zhang mulai terbuka. Dengan gelar
master ekonomi pembangunan di tangannya, ia mendapat pekerjaan
pertamanya di Goldman Sachs.
Pada 1994 ia kembali ke China,
tergoda seperti ekspatriat lainnya yang terpikat oleh tawaran zona
ekonomi khusus dan reformasi ekonomi. Seorang teman menyarankan Zhang
memulai bisnis properti. Pan Shiyi namanya. Dia yang datang dari
keluarga lebih miskin dari Zhang, memandang masa depan bisnis properti
sangat bagus.
Empat hari kemudian, Pan mengusulkan
semua ide kepada perempuan itu. Lalu mereka mendirikan SOHO. Bersama
Pan yang kemudian menjadi suaminya, Zhang memulai bisnisnya
pada 2007. Perusahaan ini sempat kolaps dengan utang US$ 1,65 miliar,
namun kemudian sedikit demi sedikit utangnya bisa direstrukturisasi.
Tentang gaya hidup ini, wanita 45
tahun ini berkata, “Ini bukan tentang kesanggupan, tapi tentang
kesadaran”. Ya, sekalipun Anda telah bekerja keras dan bisa membayar apa
pun yang Anda inginkan, tidak berarti menghamburkan uang adalah
kewajaran. Semoga rasa nasionalisme Zhang Xin kepada negaranya dan
kesadaran Zhang untuk hidup sederhana juga dapat menginspirasi kita
untuk hidup lebih baik.
http://ladjunewsonline.blogspot.com/2012/09/kisah-wanita-china-dari-buruh-pabrik.html