Siapakah
yang tidak mengenal Warnet (warung internet)? Sebagian besar dari kita
pasti sering, atau minimal sudah pernah menggunakan jasanya. Warnet di
Indonesia umumnya dibagi-bagi menjadi sekat-sekat kecil yang terbuka dan
tentunya tidak nyaman untuk selonjoran.
Bagaimana kalau di Jepang? Di Jepang sana warnet dinamakan internet cafe dan jumlahnya cukup banyak, serta selalu ramai walaupun boleh dikatakan bahwa di Jepang hampir setiap rumah sudah memiliki koneksi internet sendiri.
Warnet di Jepang dibandingkan disini mempunyai 3 hal perbedaan yang kontras dibandingkan dengan warnet di Indonesia yaitu: harga (mahal sekali), koneksinya (amat cepat), dan pelayanannya (tidak hanya untuk internetan saja).
Bicara harga, tidak ada yang murah disana. Tokyo dikenal sebagai salah satu kota termahal di dunia. Biaya sewa mulai dari 15 menit sampai setengah hari biaya rata-ratanya 500 yen (sekitar Rp. 50.000) sebenarnya cukup murah atau mahal itu relatif.
Bicara kecepatan, jangan ditanya lagi. Sebab rata-rata kecepatan internet di Jepang saat ini minimal 10 Mbps, jauh meninggalkan kecepatan koneksi internet di Indonesia yang sesungguhnya hanya rata-rata maksimalnya 500 Kbps.
Nah, internet cafe di Jepang umumnya tidak hanya sekadar untuk internetan saja, tetapi juga kita bisa membaca koleksi buku komik (manga) yang banyak dengan gratis. Hebatnya lagi, kiat bisa memesan bilik yang berkapasitas 1 orang, 2 orang atau lebih dari 2 orang. Dan kadang pengelolanya menyediakan 2 komputer dalam 1 bilik. Sebagian besar bilik yang ada dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti webcam, microphone, televisi untuk menonton. Dan bagi para perokok, tidak masalah, karena di sediakan asbak.
Dan walau biaya sewanya mahal, mereka menyediakan minuman gratis tanpa batasan. Hanya makanan (snack) saja yang tidak gratis.
Terakhir, bicara soal pelayanan maka bicara juga soal kebutuhan. Belakangan ini internet cafe disana tidak sekadar menjual koneksi internet tetapi sebagai tempat tidur bagi para pekerja atau seperti Love Hotels digunakan juga untuk tempat bermalam bagi mereka yang ketinggalan kereta.
Alasannya adalah internet cafe jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya mereka menginap di hotel sebab selain bisa tidur mereka juga bisa internetan, baca komik, minum gratis dan ada air hangat untuk mandi (biasanya untuk menggunakan kamar mandi kita harus membayar).
Satu hal yang kini juga menjadi masalah bagi pemerintah setempat adalah meningkatnya pengangguran dan orang yang mendadak tidak memiliki tempat tinggal karena jatuh miskin adalah internet cafe sudah mulai berubah fungsi sebagai rumah sementara bagi mereka.
Dan bagusnya, orang Jepang mempunyai sopan santun yang tinggi. Walau bilik-bilik tersebut amat privasi, mereka tidak pernah melakukan aktivitas mesum seperti yang kerap dilakukan oleh para pelajar di indonesia dalam bilik-bilik warnet.
http://www.memobee.com/index.php?do=c.every_body_is_journalist&idej=6397
Beginilah interior bilik warnet di Jepang
Bagaimana kalau di Jepang? Di Jepang sana warnet dinamakan internet cafe dan jumlahnya cukup banyak, serta selalu ramai walaupun boleh dikatakan bahwa di Jepang hampir setiap rumah sudah memiliki koneksi internet sendiri.
Ada satu bilik berkapasitas 2 komputer atau lebih
Warnet di Jepang dibandingkan disini mempunyai 3 hal perbedaan yang kontras dibandingkan dengan warnet di Indonesia yaitu: harga (mahal sekali), koneksinya (amat cepat), dan pelayanannya (tidak hanya untuk internetan saja).
Bicara harga, tidak ada yang murah disana. Tokyo dikenal sebagai salah satu kota termahal di dunia. Biaya sewa mulai dari 15 menit sampai setengah hari biaya rata-ratanya 500 yen (sekitar Rp. 50.000) sebenarnya cukup murah atau mahal itu relatif.
Bicara kecepatan, jangan ditanya lagi. Sebab rata-rata kecepatan internet di Jepang saat ini minimal 10 Mbps, jauh meninggalkan kecepatan koneksi internet di Indonesia yang sesungguhnya hanya rata-rata maksimalnya 500 Kbps.
Ini warnet apa hotel ya?
Nah, internet cafe di Jepang umumnya tidak hanya sekadar untuk internetan saja, tetapi juga kita bisa membaca koleksi buku komik (manga) yang banyak dengan gratis. Hebatnya lagi, kiat bisa memesan bilik yang berkapasitas 1 orang, 2 orang atau lebih dari 2 orang. Dan kadang pengelolanya menyediakan 2 komputer dalam 1 bilik. Sebagian besar bilik yang ada dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti webcam, microphone, televisi untuk menonton. Dan bagi para perokok, tidak masalah, karena di sediakan asbak.
Berbagai minuman ini gratis!
Dan walau biaya sewanya mahal, mereka menyediakan minuman gratis tanpa batasan. Hanya makanan (snack) saja yang tidak gratis.
Ada user yang niatnya hanya istirahat (atas), ataupun berselancar (bawah)
Terakhir, bicara soal pelayanan maka bicara juga soal kebutuhan. Belakangan ini internet cafe disana tidak sekadar menjual koneksi internet tetapi sebagai tempat tidur bagi para pekerja atau seperti Love Hotels digunakan juga untuk tempat bermalam bagi mereka yang ketinggalan kereta.
Alasannya adalah internet cafe jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya mereka menginap di hotel sebab selain bisa tidur mereka juga bisa internetan, baca komik, minum gratis dan ada air hangat untuk mandi (biasanya untuk menggunakan kamar mandi kita harus membayar).
Seperti inilah bagian luar bilik warnet di Jepang. Walau amat privasi, tapi tak ada aktivitas mesum
Satu hal yang kini juga menjadi masalah bagi pemerintah setempat adalah meningkatnya pengangguran dan orang yang mendadak tidak memiliki tempat tinggal karena jatuh miskin adalah internet cafe sudah mulai berubah fungsi sebagai rumah sementara bagi mereka.
Dan bagusnya, orang Jepang mempunyai sopan santun yang tinggi. Walau bilik-bilik tersebut amat privasi, mereka tidak pernah melakukan aktivitas mesum seperti yang kerap dilakukan oleh para pelajar di indonesia dalam bilik-bilik warnet.
http://www.memobee.com/index.php?do=c.every_body_is_journalist&idej=6397
GABUNG Halaman Facebook saya
Info Menarik KKK Blogger's
Dengan mengklik Tombol SUKA dibawah ini