UNIK

Translate

Ayah Jajakan Ginjal Seharga Ijazah Anaknya di Bundaran HI

 
Di tengah teriknya sinar matahari yang menerpa Ibu Kota, seorang bapak dan putrinya memegang poster dan menunjukkannya kepada para pengendara mobil yang melintas di Bundaran Hotel Indonesia. Pada poster itu, sang ayah menawarkan ginjal untuk menebus ijazah putrinya itu yang bernama Sarah Meylanda Ayu.

Dia adalah Sugiyanto. Dia terpaksa melakukan hal tersebut demi menebus ijazah Ayu di Pondok Pesantren Al Asriyah Nurul Iman. Untuk menebus ijazah anak keduanya itu, pria yang bekerja sebagai penjahit itu harus membayar Rp 17 juta. 

Sampai saat ini, ijazah SMP dan SMA Ayu selama bersekolah di pesantren itu belum juga diambilnya. "Jangankan ginjal, jantung pun saya jual jika ada yang mau. Demi anak saya, saya rela mati," kata Sugiyanto di Bundaran HI, Rabu (26/6/2013). 

Sugiyanto mengatakan, tadinya ia diharuskan membayar sejumlah uang administrasi selama Ayu menempuh pendidikan di pondok pesantren yang terletak di Desa Waru Jaya, Parung, Bogor. Dia diharuskan membayar Rp 70 juta. Sebab, sekolah itu meminta Sugiyanto membayar Rp 20.000 per hari sejak Ayu masuk pesantren dari tahun 2005. 

"Tapi, setelah saya ngomong dengan pihak sekolah, akhirnya sekolah memutuskan agar saya bayar uang ijazahnya saja. Yang Rp 70 juta dibebaskan," ujarnya. 

Walau demikian, ia tetap belum mampu menebus ijazah yang diminta pesantren tersebut. Untuk menebus ijazah SMP anaknya, Sugiyanto harus membayar Rp 7 juta, sementara untuk ijazah SMA Rp 10 juta. 

Sugiyanto tidak mampu membayarkan ijazah anaknya karena ia tidak mempunyai penghasilan tetap. Warga Kebon 200, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, ini sehari-harinya menerima pesan jahit pakaian di dekat rumahnya. Penghasilannya hanya sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan hidup kelima anaknya. 

Sugiyanto mengaku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari uang untuk menebus ijazah anaknya itu. Tiga bulan lalu, ia sudah membicarakan permasalahan ini ke Komnas HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, belum ada tanggapan dari ketiga lembaga itu. 

"Rp 1 miliar pun sebenarnya saya tidak akan mau untuk menjual ginjal saya. Tapi, demi sekolah anak, saya rela menjualnya," ucapnya. 

Ayu bersekolah di pondok pesantren itu sejak tahun 2005. Ketika itu, ia mengenyam bangku SMP. Awalnya, pihak pesantren tidak memungut biaya dari murid-muridnya, tetapi ketika pemilik pesantren itu meninggal pada tahun 2010, terjadi perubahan sistem yang mengharuskan para murid di pesantren tersebut untuk membayar biaya administrasi. 

Ayu lulus SMA pada 2012. Ia sempat melanjutkan kuliah di pesantren tersebut beberapa bulan. Akan tetapi, karena ia tidak sanggup membayar uang administrasi, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti kuliah. 

"Mau sekolah tidak bisa, kuliah tidak bisa. Ijazahnya saja tidak bisa diambil karena belum bayar," ujar gadis berjilbab itu lirih.


megapolitan.kompas.com

Kisah Susi, Gadis 18 Tahun 11 Kali Kawin Kontrak Sama Arab



Malam itu, Susi (18) bersama tujuh wanita lainnya terjaring operasi yang dilakukan petugas gabungan Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua Bogor.
Sejak awal, gadis belia berkulit putih dan berambut panjang ini kekeuh menolak ditangkap petugas dan dituding menjajakan diri. "Saya baru pulang jalan-jalan sama temen di Cipanas. Siapa bilang saya mau jual diri," ucapnya.
Namun akhirnya, meluncur pengakuan dari mulutnya kalau dia diamankan saat sedang berduaan bersama seorang pria asal Timur Tengah.
Yang mengejutkan, ternyata Susi pernah melakoni kawin kontrak hingga sebelas kali. Kawin kontrak sebanyak itu dilakukan dengan sejumlah pria asal Timur Tengah selama delapan bulan.
Dengan suara sedikit berat, gadis asal Cijantung, Jakarta Timur ini memaparkan kisah hidupnya.
“Saya mulai terjun ke ‘dunia hitam’ sejak masih berusia 17 tahun. Saya menikah dengan suami saya cuma setahun. Setelah itu saya bercerai," ucapnya.
Pernikahan terpaksa dilakukan saat Susi masih duduk di kelas III SMP di Jakarta. Pernikahan itu pula yang kemudian membuat Susi berhenti dari sekolahnya tiga bulan sebelum ujian nasional SMP.
Keagalan rumah tangganya membawa pengaruh besar bagi kehidupan Susi. "Sekolah berhenti, dan suami saya pergi begitu saja. Siapa coba yang enggak stres," ujarnya.
KEPEPET EKONOMI
Kondisi Susi makin memburuk ketika ayahnya kehilangan motor kesayangannya. Padahal, motor Honda Supra Fit warna hitam yang hilang saat diparkir di rumahnya tersebut merupakan sumber mata pencarian sang ayah, yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan keluarga.
"Ayah saya ngojek di Jakarta, tetapi kemudian berhenti karena motornya hilang," urai Susi.
Sebagai anak pertama dengan dua adik yang masih kecil dan melihat kondisi keluarga yang butuh biaya, Susi merasa perlu ikut bertanggung jawab.
"Awalnya saya kerja di toko, tetapi berhenti karena enggak betah. Udah gitu gajinya kecil. Saya punya adik dua-duanya masih sekolah, kelas 6 dan kelas 4 SD," katanya berdalih.
Hingga suatu malam, Susi bercerita kepada teman perempuannya yang juga teman saat masih sekolah melalui fasilitas jejaring sosial.
"Awalnya saya chatting sama teman. Saya butuh kerjaan dan butuh uang," ujarnya.
Selang beberapa hari, Susi bertemu temannya di suatu tempat. "Saat itu langsung dikenalin sama mami (germo). Awalnya saya menolak karena tahu kerjaannya bakal seperti apa. Pasti disuruh jadi pekerja seks komersial (PSK)," katanya.
Susi kembali menjadikan kebutuhan ekonomi sebagai alasan untuk secepatnya mendapatkan uang.
Kerasnya kehidupan di Jakarta dengan biaya hidup yang menurut Susi tidak murah membuatnya memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang.
Meski awalnya Susi menolak untuk terjun ke ‘dunia hitam’, akhirnya dia terlena dengan bujuk rayu dan iming-iming dari seorang germo di bilangan Jakarta.
"Cari uang susah. Mau ngelamar kerja, ijazah cuma SD, siapa yang mau terima," ucapnya.
Akhirnya pertengahan Oktober 2012, Susi pun mulai menggeluti dunianya sebagai istri kontrak dengan suami pria asal Arab.
Menurut Susi, para Onta—sebuatan untuk turis Arab, yang datang ke Indonesia, khususnya di Jakarta, akan selalu mencari perempuan lokal untuk dijadikan istri. Selama menetap di suatu tempat di Indonesia, mereka butuh penyaluran seks.
"Namun mereka enggak mau pelacuran, makanya mereka cari perempuan yang mau jadi istri sementara," katanya.
Selain bayaran yang mahal dan tidak perlu repot menjajakan diri di pinggir jalan raya, Susi merasa bahwa perbuatannya tidak melanggar. Perempuan bertinggi badan sekitar 156 cm ini begitu marah saat disebut sebagai PSK.
Setiap kali dia menjadi istri dalam kawin kontrak dengan pria Timur Tengah, bayaran yang diterima Susi bervariasi.
"Itu tergantung lamanya sampai kapan. Kalau sepuluh hari bayarnya Rp 7 juta. Namun kalau cuma dua hari paling Rp 700.000 sampai Rp 1 juta," katanya.
Dari bayaran sebanyak itu, dia hanya mendapat separuh sebagai istri kontrak. "Bayarannya dibagi dua sama germo saya. Saya cuma dapat setengahnya," ucapnya  [syah]

m.jakartapress.com

Celana Dalam Gembok Mencegah Perbuatan Aneh Pemijat

Celana dalam gembok waduh ekstrim juga ya bukan celana dalam gembok asli sih yang digunakan, tapi untuk mengantisipasi maraknya praktik esek-esek di panti pijat di Kota Batu, Pemkot setempat baru-baru ini menerapkan aturan baru. Para peramu pijat diwajibkan memakai gembok dengan mengunci rok dan celana dalam yang dipakai sehingga para pelanggan tidak mudah membuka celana dalam pemijat. Hal ini dilakukan agar image Batu sebagai Kota Pariwisata tidak dikotori dengan praktek sebagian panti pijat yang diduga melakukan praktek esek-esek terselubung. Kepala Satpol PP Kota Batu, Drs Imam Suryono mengatakan aturan baru ini sudah disosialisasikan kepada para pengelola panti pijat di kota itu. Sementara ini, lanjut Imam, dari sembilan panti pijat yang ada baru dua panti yang sudah mewajibkan karyawannya memasang gembok di rok mereka sebelum melayani pelanggan. Dua panti itu adalah Panti Pijat Rini Jaya dan Panti Pijat Doghado di Jl Raya Beji Kota Batu. Sampai saat ini kebijakan baru ini baru bersifat anjuran.
Celana Dalam Gembok
Ke depan, Pemkot akan melegalkan aturan ini menjadi kebijakan pemkot yang tertuang dalam peraturan wali kota. Dijelaskan, setelah resmi menjadi peraturan daerah (perda) aturan perarutan wali kota, pihaknya akan menerapkan sanksi kepada para pengelola panti pijat yang membiarkan pemijatnya tidak memakai gembok saat melayani pelanggan.
Sebagai Kota Wisata, Batu tidak mungkin menghapus bisnis ini. Kebijakan yang bisa dilakukan adalah menjaga agar bisnis ini tidak diselewengkan sebagai bisnis esek-esek terselubung. Selama ini, bisnis panti pijat di Kota Batu tumbuh subur dan banyak diminati para wisatawan khususnya dari luar kota.
Selain memanfaatkan pelanggan dari luar kota, bisnis ini memiliki pelanggan tetap yang berasal dari Malang Raya. Ditambahkan, selama ini bisnis panti pijat di Kota Batu relatif tertib dan mematuhi semua aturan yang diterapkan Pemkot Batu.
Terbukti, saat bulan puasa mereka selalu mengikuti aturan yang kami tetapkan agar tidak beroperasi di siang hari. Bahkan, sebagian panti pijat memilih tutup agar ketenangan melaksanakan ibadah bulan puasa tidak terganggu image negatif bisnis ini. Bisnis ini tergolong bisnis menjanjikan karena pelanggan yang setia memanfaatkan jasa para peramu pijat ini tidak hanya kalangan menengah ke bawah tetapi kalangan menengah ke atas.
Terbukti, lokasi pijat yang ada rata-rata dipenuhi para pelanggan berdasi dengan membawa kendaraan sedan mewah. Jika tidak diantisipasi sejak dini, bisnis ini bisa dimanfaatkan sebagai sarana efektif bertransaksi esek-esek. Jika ini yang terjadi, kecocokan antara pemijat dengan pelanggan bisa berlanjut di luar panti dengan melakukan praktek prostitusi di luar tempat kerja mereka
http://lucuunik-aneh.blogspot.com/2013/06/celana-dalam-gembok-mencegah-perbuatan.html#sthash.7hUQM9YX.dpuf

Aneh, Tersiksa Dalam Plastik Sebagai Pembuktian Cinta

Foto dengan pacar atau suami dengan nuansa romantis sudah banyak dilakukan. Sekilas, foto-foto dalam artikel ini akan mengingatkan Anda pada produk ayam potong yang dijual di supermarket, atau plastik nugget dan makanan beku lainnya.

Karya Haruhiko Kawaguchi

Tetapi ini adalah konsep nyata tentang cinta. Fotografer dari Jepang bernama Haruhiko Kawaguchi sudah berkali-kali memotret pasangan dengan konsep terbungkus bersama dalam plastik kedap udara.
Foto karya Haruhiko Kawaguchi
Dilansir dari situs Eagad.com, proses memotret dalam kantong plastik bening ini lumayan merepotkan dan membuat panik. Tubuh pria wanita akan dilumuri dengan minyak agar tidak iritasi ketika udara di dalam plastik disedot memakai vakum.

Foto Karya Haruhiko Kawaguchi
Mereka diminta berbaring dengan posisi yang diinginkan, dibungkus plastik besar, baru udara dalam plastik disedot keluar.

Foto karya Haruhiko Kawaguchi
Proses pemotretan harus berlangsung cepat, hanya 10 sampai 20 detik. Meski demikian, banyak pasangan yang panik saat udara dalam kantong dihisap habis. Sesak dan tidak bisa bernapas tentunya.

Foto karya Haruhiko Kawaguchi
Sensasi terjepit dalam plastik memang tidak menyenangkan, telinga tergencet, hidung tergencet dan tentunya tidak bisa bernapas. Para pria lebih sering panik saat udara disedot, sedangkan wanita lebih sering sibuk mengatur posisi agar tetap terlihat cantik.

Foto karya Haruhiko Kawaguchi
Menurut sang fotografer, cinta adalah sumber dari segala sesuatu. Seorang pria mati-matian banting tulang untuk menghidupi anak dan istri karena cinta.

Foto karya Haruhiko Kawaguchi

Warga negara rela terjun ke medan perang karena cinta pada negara. Karena itu, cinta bisa diawetkan dalam plastik kedap udara. Pasangan yang saling mencintai bisa bersatu dan saling lengket satu sama lain. Tidak hanya pasangan pria dan wanita, ada juga foto dengan saudara atau sahabat.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...