UNIK

Translate

Ketika Vicky Shu Tampil Apa Adanya

Bergaya nyentrik tampaknya sudah menjadi nama tengah seorang Vicky Shu. Namun, saat ditemui di Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/3/2013), pelantun 'Mari Bercinta 2' itu tampil simple dengan jumpsuit hitamnya.

Bayi di China Terlahir dengan Ekor, Dokter Tak Berani Potong


Seorang bayi berumur 7 bulan di Cihina terlahir dengan kelainan berupa ekor di pantatnya. Sang ibu meminta dokter untuk memotong ekornya, namun ditolak dengan alasan cara tersebut kurang efektif. Kini ekor itu dibiarkan tumbuh dan berkembang begitu saja.

Bayi tersebut bernama Xiao Wei, berasal dari provinsi Guangdong di China. Oleh para dokter, dia didiagnosis memiliki kelainan berupa spina bifida, yaitu kondisi di mana janin berkembang di dalam rahim dan tulang belakangnya tidak terbentuk dengan benar.

Lebih spesifik lagi, jenis gangguan ini disebut myelomeningocele, yaitu kelainan tulang belakang yang menyebabkan berbagai kerusakan saraf tulang belakang dan membutuhkan operasi rumit mengatasinya. Kini, ekor pada bayi tersebut panjangnya mencapai 10 cm dan terus berkembang.

Ibunya yang bernama Chen Wei sudah berupaya menemui ahli bedah, tapi sayang, dokter mengatakan bahwa mereka tak bisa memotong ekor ini begitu saja. Padahal pada kebanyakan kasus, dokter melakukan operasi selama masa bayi untuk mencegah kerusakan otak dan cacat fisik lebih lanjut.

"Pertumbuhan ini berkembang cukup baik dan sekarang ukurannya mencapai sekitar 10 cm. Jika dipotong hanya akan tumbuh lagi. Kita perlu memperbaiki kanal tulang belakang sehingga membuatnya berhenti tumbuh," kata ahli bedah, Huang Chanping seperti dilansir New York Daily News, Senin (24/6/2013). 

Sekitar 1.500 bayi lahir di Amerika Serikat terlahir dengan spina bifida setiap tahunnya, demikian menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS. Untuk mencegahnya, ibu hamil disarankan mengkonsumsi asam folat selama kehamilan.

Selain mengalami komplikasi secara fisik, anak-anak yang terlahir dengan spina bifida mungkin memiliki kesulitan belajar dan juga berisiko tinggi mengalami ADHD (Attention Deficit and Hiperactivity Disorder).

Ayah Jajakan Ginjal Seharga Ijazah Anaknya di Bundaran HI

 
Di tengah teriknya sinar matahari yang menerpa Ibu Kota, seorang bapak dan putrinya memegang poster dan menunjukkannya kepada para pengendara mobil yang melintas di Bundaran Hotel Indonesia. Pada poster itu, sang ayah menawarkan ginjal untuk menebus ijazah putrinya itu yang bernama Sarah Meylanda Ayu.

Dia adalah Sugiyanto. Dia terpaksa melakukan hal tersebut demi menebus ijazah Ayu di Pondok Pesantren Al Asriyah Nurul Iman. Untuk menebus ijazah anak keduanya itu, pria yang bekerja sebagai penjahit itu harus membayar Rp 17 juta. 

Sampai saat ini, ijazah SMP dan SMA Ayu selama bersekolah di pesantren itu belum juga diambilnya. "Jangankan ginjal, jantung pun saya jual jika ada yang mau. Demi anak saya, saya rela mati," kata Sugiyanto di Bundaran HI, Rabu (26/6/2013). 

Sugiyanto mengatakan, tadinya ia diharuskan membayar sejumlah uang administrasi selama Ayu menempuh pendidikan di pondok pesantren yang terletak di Desa Waru Jaya, Parung, Bogor. Dia diharuskan membayar Rp 70 juta. Sebab, sekolah itu meminta Sugiyanto membayar Rp 20.000 per hari sejak Ayu masuk pesantren dari tahun 2005. 

"Tapi, setelah saya ngomong dengan pihak sekolah, akhirnya sekolah memutuskan agar saya bayar uang ijazahnya saja. Yang Rp 70 juta dibebaskan," ujarnya. 

Walau demikian, ia tetap belum mampu menebus ijazah yang diminta pesantren tersebut. Untuk menebus ijazah SMP anaknya, Sugiyanto harus membayar Rp 7 juta, sementara untuk ijazah SMA Rp 10 juta. 

Sugiyanto tidak mampu membayarkan ijazah anaknya karena ia tidak mempunyai penghasilan tetap. Warga Kebon 200, Kelurahan Kamal, Jakarta Barat, ini sehari-harinya menerima pesan jahit pakaian di dekat rumahnya. Penghasilannya hanya sekitar Rp 60.000 sampai Rp 80.000 per hari. Itu pun untuk memenuhi kebutuhan hidup kelima anaknya. 

Sugiyanto mengaku sudah tidak tahu lagi bagaimana cara mencari uang untuk menebus ijazah anaknya itu. Tiga bulan lalu, ia sudah membicarakan permasalahan ini ke Komnas HAM, Kementerian Agama, dan Kementerian Pendidikan. Akan tetapi, belum ada tanggapan dari ketiga lembaga itu. 

"Rp 1 miliar pun sebenarnya saya tidak akan mau untuk menjual ginjal saya. Tapi, demi sekolah anak, saya rela menjualnya," ucapnya. 

Ayu bersekolah di pondok pesantren itu sejak tahun 2005. Ketika itu, ia mengenyam bangku SMP. Awalnya, pihak pesantren tidak memungut biaya dari murid-muridnya, tetapi ketika pemilik pesantren itu meninggal pada tahun 2010, terjadi perubahan sistem yang mengharuskan para murid di pesantren tersebut untuk membayar biaya administrasi. 

Ayu lulus SMA pada 2012. Ia sempat melanjutkan kuliah di pesantren tersebut beberapa bulan. Akan tetapi, karena ia tidak sanggup membayar uang administrasi, akhirnya ia memutuskan untuk berhenti kuliah. 

"Mau sekolah tidak bisa, kuliah tidak bisa. Ijazahnya saja tidak bisa diambil karena belum bayar," ujar gadis berjilbab itu lirih.


megapolitan.kompas.com

Kisah Susi, Gadis 18 Tahun 11 Kali Kawin Kontrak Sama Arab



Malam itu, Susi (18) bersama tujuh wanita lainnya terjaring operasi yang dilakukan petugas gabungan Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua Bogor.
Sejak awal, gadis belia berkulit putih dan berambut panjang ini kekeuh menolak ditangkap petugas dan dituding menjajakan diri. "Saya baru pulang jalan-jalan sama temen di Cipanas. Siapa bilang saya mau jual diri," ucapnya.
Namun akhirnya, meluncur pengakuan dari mulutnya kalau dia diamankan saat sedang berduaan bersama seorang pria asal Timur Tengah.
Yang mengejutkan, ternyata Susi pernah melakoni kawin kontrak hingga sebelas kali. Kawin kontrak sebanyak itu dilakukan dengan sejumlah pria asal Timur Tengah selama delapan bulan.
Dengan suara sedikit berat, gadis asal Cijantung, Jakarta Timur ini memaparkan kisah hidupnya.
“Saya mulai terjun ke ‘dunia hitam’ sejak masih berusia 17 tahun. Saya menikah dengan suami saya cuma setahun. Setelah itu saya bercerai," ucapnya.
Pernikahan terpaksa dilakukan saat Susi masih duduk di kelas III SMP di Jakarta. Pernikahan itu pula yang kemudian membuat Susi berhenti dari sekolahnya tiga bulan sebelum ujian nasional SMP.
Keagalan rumah tangganya membawa pengaruh besar bagi kehidupan Susi. "Sekolah berhenti, dan suami saya pergi begitu saja. Siapa coba yang enggak stres," ujarnya.
KEPEPET EKONOMI
Kondisi Susi makin memburuk ketika ayahnya kehilangan motor kesayangannya. Padahal, motor Honda Supra Fit warna hitam yang hilang saat diparkir di rumahnya tersebut merupakan sumber mata pencarian sang ayah, yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan keluarga.
"Ayah saya ngojek di Jakarta, tetapi kemudian berhenti karena motornya hilang," urai Susi.
Sebagai anak pertama dengan dua adik yang masih kecil dan melihat kondisi keluarga yang butuh biaya, Susi merasa perlu ikut bertanggung jawab.
"Awalnya saya kerja di toko, tetapi berhenti karena enggak betah. Udah gitu gajinya kecil. Saya punya adik dua-duanya masih sekolah, kelas 6 dan kelas 4 SD," katanya berdalih.
Hingga suatu malam, Susi bercerita kepada teman perempuannya yang juga teman saat masih sekolah melalui fasilitas jejaring sosial.
"Awalnya saya chatting sama teman. Saya butuh kerjaan dan butuh uang," ujarnya.
Selang beberapa hari, Susi bertemu temannya di suatu tempat. "Saat itu langsung dikenalin sama mami (germo). Awalnya saya menolak karena tahu kerjaannya bakal seperti apa. Pasti disuruh jadi pekerja seks komersial (PSK)," katanya.
Susi kembali menjadikan kebutuhan ekonomi sebagai alasan untuk secepatnya mendapatkan uang.
Kerasnya kehidupan di Jakarta dengan biaya hidup yang menurut Susi tidak murah membuatnya memilih jalan pintas untuk mendapatkan uang.
Meski awalnya Susi menolak untuk terjun ke ‘dunia hitam’, akhirnya dia terlena dengan bujuk rayu dan iming-iming dari seorang germo di bilangan Jakarta.
"Cari uang susah. Mau ngelamar kerja, ijazah cuma SD, siapa yang mau terima," ucapnya.
Akhirnya pertengahan Oktober 2012, Susi pun mulai menggeluti dunianya sebagai istri kontrak dengan suami pria asal Arab.
Menurut Susi, para Onta—sebuatan untuk turis Arab, yang datang ke Indonesia, khususnya di Jakarta, akan selalu mencari perempuan lokal untuk dijadikan istri. Selama menetap di suatu tempat di Indonesia, mereka butuh penyaluran seks.
"Namun mereka enggak mau pelacuran, makanya mereka cari perempuan yang mau jadi istri sementara," katanya.
Selain bayaran yang mahal dan tidak perlu repot menjajakan diri di pinggir jalan raya, Susi merasa bahwa perbuatannya tidak melanggar. Perempuan bertinggi badan sekitar 156 cm ini begitu marah saat disebut sebagai PSK.
Setiap kali dia menjadi istri dalam kawin kontrak dengan pria Timur Tengah, bayaran yang diterima Susi bervariasi.
"Itu tergantung lamanya sampai kapan. Kalau sepuluh hari bayarnya Rp 7 juta. Namun kalau cuma dua hari paling Rp 700.000 sampai Rp 1 juta," katanya.
Dari bayaran sebanyak itu, dia hanya mendapat separuh sebagai istri kontrak. "Bayarannya dibagi dua sama germo saya. Saya cuma dapat setengahnya," ucapnya  [syah]

m.jakartapress.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...