Courtesy OddityCentral.com
Vemale.com - Adalah Nguyen Thi Phuong, yang saat pertama kali
diberitakan, ia masih berusia 26 tahun. Ada yang misterius dari wanita
asal Vietnam ini. Sekalipun usianya 26 tahun, tetapi penampilannya
seperti wanita berusia 70 tahun.
Dilansir OddityCentral, 2008
silam, Thi Phuong menderita reaksi alergi dan meminum obat untuk
mengatasi alerginya. Tak disangka ternyata obat itu justru mengubah
penampilannya menjadi seorang wanita tua.
Nguyen Thi Phuong menunjukkan foto-foto lamanya | Courtesy OddityCentral
Ini dia kronologinya
Semua
cerita ini berawal sejak ia mengonsumsi makanan laut, karena tidak
tahan, akhirnya kulitnya kemerahan dan gatal-gatal. Thi Phuong kemudian
secara tak sadar sering menggaruknya dalam tidur, sehingga untuk
mengurangi gejala gatal-gatal, suaminya, Nguyen Thanh Tuyen
membelikannya obat.
Obat tersebut tidak ampuh dan tidak bekerja
dengan baik. Thi Phuong memutuskan mengunjungi dokter lokal yang
memberikannya resep pil untuk dermatitis. Sayangnya, obat tersebut malah
membuat kondisinya makin parah. Wajahnya bengkak-bengkak dan kulitnya
seperti hendak melepuh. Ia menghentikan konsumsi obat tersebut, kemudian
beralih pada pengobatan alternatif.
Thi Phuong mengunjungi
praktek pengobatan tradisional China di distrik Giong Trom, provinsi Ben
Tre, Vietnam. Berharap bahwa gatal-gatalnya bisa sembuh, namun yang
dialaminya justru kondisi yang sangat mengejutkan. Obat yang diminumnya
mengubah penampilan kulitnya menjadi kendor dan keriput, tak hanya pada
wajah tetapi juga seluruh tubuh.
Nguyen Thi Phuong diperiksa dokter | Courtesy OddityCentral
Kondisi Nguyen Thi Phuong
Nguyen
Thi Phuong menghentikan seluruh konsumsi obat dan berhenti bekerja. Ia
menganggap obatnya terlalu mahal sehingga ia tak mampu lagi membayar
pengobatannya. Suaminya kemudian juga ikut berhenti bekerja demi merawat
istrinya.
Tak lama, mereka berdua kehabisan uang dan hidup dalam
kesulitan. Banyak orang yang bertemu Thi Phuong seringkali salah
mengira karena melihat penampilannya sebagai wanita tua. Mereka akan
sadar kalau Thi Phuong masih muda saat mendengarkan suaranya.
Karena
kulit yang kendor dialami seluruh bagian tubuh, wanita yang belum
dikaruniai anak ini juga tampak seperti pernah melahirkan tiga bayi.
Seluruh kulit di perut kendor dan keriput.
Nguyen Thi Phuong ditemani suami yang sangat mencintainya | Courtesy OddityCentral
Pendapat para dokter
Hingga
saat ini banyak dokter yang berspekulasi mengenai kondisi misterius Thi
Phuong. Tetapi nyatanya belum ada satu orangpun yang bisa
mengidentifikasi dan menyatakan apa penyebab sesungguhnya.
Dokter
Maai The Trach, mantan ketua asosiasi endoktrin kota Ho Chi Minh
mengatakan dia hanya terlihat tua dari luar, tetapi organ internalnya
sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda penuaan. Bahkan, rambut dan
posturnya masih menunjukkan kalau ia adalah wanita muda.
Teori
tentang penyakitnya dan keracunan obat atau alergi terhadap obat-obatan
tertentu menjadi dugaan sementara dokter. Selain itu, para dokter juga
berpendapat bahwa mungkin ia menderita kelainan genetik atau endokrin.
Melihat
kondisi Thi Phuong ini, banyak ahli medis menawarkan bantuan padanya.
Bahkan ada tiga rumah sakit di Ho Chi Minh dan perusahaan pembuatan
sabun yang menawarkan membayar semua biaya konsultasi dan pengobatannya,
bahkan sampai ke luar negri.
http://www.vemale.com
BERIKUT KISAHNYA.....
Keberadaan makhluk siluman di bumi Tuhan ini memang tidak dapat dibantah lagi. Kepercayaan atas keberadaan makhluk
gaib tersebut ternyata sudah berakar sejak zaman nenek moyang di era
primitif. Dan di era terkini, para siluman sering memasuki dimensi ruang
dan waktu kehidupan manusia di alam nyata. Mereka menggoda, memperdaya, bahkan ingin menguasai insan yang tidak beriman lahir dan batin.
Kisah misteri berikut ini merupakan contoh nyata dari sekian banyaknya kasus yang pernah terjadi betapa di antara
manusia dan siluman dipercaya dapat hidup bersama dengan memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati sebelumnya.
Berikut ini sepenggal catatan hitam kehidupannya karena nyaris tergoda sesosok makhluk siluman yang dikenal
dengan sebutan siluman buaya.
Akhir Nopember tahun 2008, aku dihubungi seorang teman di Medan melalui
telepon. Dia menawarkan pekerjaan yang cukup menjanjikan di ibukota
Sumatera Utara tersebut. Aku yang sudah cukup lama menganggur setelah di
PHK di sebuah pengeboran minyak milik asing di daerah Riau daratan
cukup tertarik dengan tawaran teman itu, meskipun untuk sementara harus
meninggalkan keluarga di kota Pekanbaru.
Aku dan Darwis Tanjung, demikian nama teman tersebut, dulu sama-sama kuliah di Medan pada sebuah perguruan
tinggi swasta. Begitu menyandang gelar sarjana ekonomi, aku merantau ke daerah Riau. Diterima bekerja di sana. Sementara
Darwis Tanjung lebih senang berwiraswasta, meneruskan usaha orang
tuanya yang memiliki toko-toko barang antik dan kuno di berbagai kota di
Sumatera.
“Untuk sementara kau tinggal saja bersama kami,” ajak Darwis ketika menjemputku di Bandara Polonia Medan.
“Bukan ingin menyombongkan diri, rumahku cukup besar di kawasan elit Perumahan Bumi Asri,” susulnya kemudian.
Di rumahnya yang cukup mewah itu, aku diperkenalkannya dengan Rasiam, perempuan cantik, berkulit sawo matang
dan kedua bola mata agak sipit tersebut menyambut uluran tanganku dengan senyum.
Hari pertama aku berada di Medan, Darwis nampaknya tidak ingin buang-buang waktu. Dia langsung mengajakku ke toko
barang antiknya di bilangan Kesawan dan Petisah. Berkenalan dengan petugas dan pelayan toko di sana. Kepada mereka,
Darwis menyatakan bahwa aku akan diangkatnya sebagai manajer pemasaran merangkap wakil pemilik usahanya.
Pagi itu ketika sarapan, Darwis memberitahukan bahwa untuk selama beberapa hari dia tidak berada di rumah,
karena sore nanti dia ikut rombongan dari kantor Dinas Purbakala ke
Jakarta guna membahas kasus-kasus pencurian bendabenda kuno peninggalan
sejarah dengan instansi terkait.
“Selama aku tidak berada di tempat, kau tangani saja semua urusanku di toko-toko Kesawan dan Petisah tersebut!”pesannya
ketika aku mengantarkannya ke bandara Polonia, “Namun kalau ada hal-hal yang rumit, jangan segan-segan menghubungiku
melalui handphone!”
Malam pertama tinggal berduaan dengan Rasiam sungguh menggelisahkan. Apalagi selama ini sejak aku tinggal bersama
mereka, aku dan istri teman ini sangat jarang berkomunikasi. Rasiam
merupakan tipe wanita pendiam dan terkesan agak misterius. Saking
misteriusnya, seharian dia suka berkurung dalam kamar saja kendati
suaminya sering mengajaknya ngobrol bersama-samaku pada waktu-waktu
senggang.
Usai makan malam yang disediakan oleh petugas
katering, aku mengisi waktu duduk di ruang tamu dengan membaca koran
sore. Malam mulai larut ketika merasakan mataku berat, mengantuk.
Setelah menutup jendela dan pintu serta menguncinya, aku menyeret kakiku
melangkah masuk kamar tidur yang bersebelahan dengan kamar tuan rumah.
Baru saja tubuh kubaringkan di tempat tidur, tiba-tiba aku seperti mendengar seseorang mengeluh dan mengaduh-aduh.
Aku segera bangkit untuk memastikan dari mana datangnya suara tersebut. Lalu menduga bersumber dari kamar sebelah,
kamar tidur pasangan suami istri tersebut.
Sejenak aku tercenung. Maju mundur niatku untuk datang menemui istri teman itu ke kamarnya guna menanyakan apa yang
dialaminya. Kiranya kurang elok mendatangi seorang perempuan yang sudah
bersuami seorang diri dalam kamar tidurnya. Tapi karena suara mengeluh
dan mengaduh terdengar semakin keras, aku menjadi tidak tega juga. Lalu
segera menghambur
masuk ke kamarnya. Ternyata perempuan ini memang membutuhkan pertolongan, karena di pembaringan tubuhnya kulihat
menggelinjang gelinjang menahan kesakitan.
Aku sudah bersiap-siap untuk menghubungi dokter ketika telepon di ruang tamu berdering. Langsung kuangkat,
ternyata datang dari Darwis di Jakarta. “Maaf Andi, ada yang terlupa, aku minta tolong agar malam ini dan seterusnya
ketika aku tidak di rumah, menyiram dan memandikan sebuah patung buaya yang terbuat dari tembaga dan dibalut besi
kuningan yang berada di ruangan khusus penyimpanan barang-barang dagangan di belakang dekat dapur,” kata Darwis dari
ujung telepon itu.
Aku masih ingin menanyakan sesuatu namun hubungan pembicaraan singkat
tersebut telah terputus. Meskipun masih menyimpan pertanyaan dalam hati,
aku patuh saja melakukannya lalu bergegas ke tempat penyimpanan
barang-barang kuno dan antik tersebut. Di dalamnya nampak beberapa jenis
benda-benda berbagai bentuk berjejer merapat ke dinding tembok. Dan
tepat di tengah-tengah ruangan itu kelihatan sebuah patung berbentuk
buaya sepanjang lebih kurang satu meter sedang dalam posisi tiarap di
lantai dan rahang ternganga lebar. Sebagaimana permintaan
Darwis,
aku segera menyiram patung buaya tersebut dengan air yang tersedia dalam
drum ukuran kecil di dekatnya. Ternyata bukan air sembarangan, karena
aromanya berbau khas wewangian.
Aku mulai curiga teman ini sudah mempercayai hal-hal yang sifatnya klenik, apalagi ketika air mulai membasahi tubuh
patung buaya tadi, rahangnya tiba-tiba menutup. Dan yang paling aneh,
bersamaan dengan itu Rasiam tahu-tahu sudah berdiri di dekatku.
Memperlihatkan kondisi kesehatannya yang kembali segar bugar dan wajah
yang sumringah. Artinya, aku tidak merasa perlu lagi untuk mendatangkan
paramedis untuk menyembuhkannya.
“Terima kasih, Bang,” ujarnya sambil berlalu. Aku cuma bengong, terima kasih untuk apa? Lagi pula baru itu kudengar dia
berkata-kata padaku.
Paginya istri teman ini nampak semakin seksi dengan pakaian daster
ringkas yang dikenakannya. Tipis, nyaris dia tanpa busana. Kemudian kami
terlibat dalam obrolan yang cukup mengasyikkan di depan kaca TV. Saat
itu Rasiam benar-benar mengalami perobahan drastis dalam penampilan,
tingkah dan perilakunya. Yang semula pendiam dan agak terkesan angkuh
menjadi seorang wanita yang senang ngobrol dan rendah hati. Bahkan
kuanggap terlalu over acting mengumbar tubuhnya di hadapan pria yang
bukan muhrimnya.
Kemudian obrolan beralih seputar hubungannya dengan Darwis, yang menurutnya tidak serasi. Dia mengatakan
hidupnya bersama pria itu kurang berbahagia karena tidak pernah menikmati hubungan seks yang sempurna. Kata demi
kata dan kalimat demi kalimatnya terdengar sendu dan memprihatinkan.
Ibarat orang yang sudah kalah sebelum bertempur. Aku menjadi trenyuh
menyimaknya, karena kasus suami istri seperti ini memang sering terjadi.
Bagi wanita kemewahan materi bukan segala-galanya, kalau tidak
diimbangi dengan kepuasan batin dalam berhubungan badan.
“Bang…..” pelan Rasiam memanggil.
“Hmmm…..ada apa?” spontan lamunanku buyar.
“Mau menolong saya?”
“Menolong bagaimana?” tanyaku sambil memandang wajahnya yang tiba-tiba kuyu dan lesu.
“Anu, Bang….”
“Anu apa?”
“Abang kan sudah lama berteman dengan suamiku?”
“Ya, kenapa?”
“Jadi kalau abang saya ajak tidur, dia tidak akan marah, bukan?”
“Gila kamu, tentu saja dia marah besar, meskipun dia teman baikku!”
jawabku agak emosional. “Dalam ajaran agama dan kode etik sosial hal itu
sangat terlarang, dan akan menjahanamkan manusia ke lubang
neraka!” susulku sedikit mengutip ceramah ceramah agama yang sering aku dengar.
Perempuan cantik di depanku menyeringai.
“Tapi saya bukan manusia,” ujarnya kemudian masih nyengir. Bersamaan dengan itu aura mistis menghalangi pandanganku.
Aku masih terperangah ketika muncul kekuatan gaib yang menyeretku melangkah membuntutinya masuk ke kamar.
Entah bagaimana awalnya, tahu-tahu aku sudah menggeletak berbaring di
sebelah Rasiam yang sudah dalam keadaan telanjang bulat. Layaknya
sebagai seekor singa liar yang tengah kelaparan, perempuan itu
‘menyerang’ sambil merobek-robek seluruh pakaianku hingga total bugil.
Lalu kedua tangannya bergerak cepat gentayangan kian kemari bersamaan
dengan desah berahinya yang tersengal-sengal.
Tak lama kemudian terasa jantungku nyaris copot dihantui ketakutan ketika bayangan anak-anak dan istriku muncul
dalam fantasi halusinasi. Mereka berteriakteriak berteriakteriak berusaha mencegah diriku terhindar
dari perbuatan terlaknat ini. Spontan aku melepaskan tubuhku sebelum senjata pamungkas milikku berperan aktif. Dalam
waktu bersamaan gairah seksualku menurun ke titik nadir, alat vitalku menjadi loyo dan melempem. Begitu tersadar secara utuh,
aku cuma mampu terpana. Sadar, bahwa sebelumnya aku telah dikuasai energi gaib dari luar yang menyebabkan diriku
kehilangan akal sehat. Lupa Tuhan, lupa dosa, dan lupa pada keluarga.
Dalam hitungan detik kemudian aku menyaksikan penampakan yang aneh dan
menyeramkan. Kulihat perempuan cantik ini bangkit dari pembaringan.
Perlahan-lahan
kepalanya berubah wujud menjadi kepala mirip dengan bentuk kepala seekor buaya dengan rahang terbuka lebar.
Pada bagian wajahnya bersisik yang berwarna hijau kehitam-hitaman tersebut
tidak terlihat lagi profil Rasiam sebagai wanita cantik, kecuali mulai batas leher ke bawah masih nampak sebagai organ tubuh
perempuan telanjang. Kini taring-taring giginya yang runcing dan tajam serta berkilat-kilat terdengar
berbunyi, berdetak-detak, layaknya ingin mengunyah-ngunyah organ tubuhku yang saat itu masih dalam keadaan bugil.
Aku coba menjauh, namun makhluk misteri yang berwujud setengah manusia dan setengah hewan tersebut lebih cepat
beraksi. Kedua tangannya yang masih berbentuk manusia segera menjangkau ke depan, dan melalui kekuatan yang diluar
dugaanku, melemparkan tubuh telanjangku hingga melayang-layang di udara yang kemudian meluncur tercampak ke luar
kamar melalui jendela yang tengah terbuka. Setelah itu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Begitu siuman dan tersadar, yang pertama kali kulihat adalah wajah Darwis Tanjung. Temanku ini menatapku dengan
wajah prihatin.
“Maaf, karena selama ini aku ingin selalu menutup-nutupi masalah
pribadiku ke kamu, Andi…….sehingga kau nyaris saja menjadi korban!”
ujarnya dengan nada penyesalan.
Selanjutnya Darwis berkisah, bahwa beberapa bulan yang lalu dia pernah membeli sebuah patung buaya kuno dan
terkesan antik yang dimiliki oleh seorang warga desa dekat kota Sibolga Tapanuli Tengah. Konon patung buaya tersebut
ditemukan si warga di pinggir pantai laut dan menjualnya dengan harga
yang pantas pada Darwis yang kebetulan sedang mencari barang barang
antik di daerah itu. Lalu memboyongnya ke Medan.
Beberapa orang kolektor benda-benda kuno ingin membelinya dengan harga bervariasi hingga sampai milyar. Bahkan
seorang turis dari mancanegara ingin menawar hingga 10 milyar rupiah. Dan Darwis sudah bersiap-siap menjualnya
dengan harga tertinggi ketika malamnya dia bermimpi didatangi seorang pria tua mengenakan sorban dan jubah berwarna
merah tua.
Orang tua tersebut melarang Darwis menjualnya, dan menyuruh agar patung buaya itu pada waktu-waktu tertentu
disiram dengan air kembang tujuh rupa. Setelah beberapa kali melakukan
arahan pria tua dalam mimpi tersebut, hari itu seorang perempuan cantik
datang bertamu ke rumah Darwis. Sang tamu mengaku pemilik patung buaya
tersebut, dan meminta agar Darwis mengembalikannya. Sebaliknya kalau
ingin memilikinya, si perempuan cantik yang mengaku bernama Rasiam
tersebut minta agar Darwis menikahinya secara diam-diam dan rahasia.
“Karena aku memang belum berkeluarga, pemilik patung buaya itu kunikahi dengan segala senang hati. Kami
menikah diam-diam dan secara rahasia karena calon istriku tersebut
tidak memiliki identitas diri yang jelas. Tak punya KTP dan mengaku
hidup sebatang kara” lanjut Darwis berkisah.
Menurutnya, Rasiam merupakan wanita yang ‘seks maniak’ yang kemudian hari diketahui dia adalah sosok perempuan
siluman. Tegasnya dari komunitas siluman buaya.
Setelah menyimak penuturan kisah Darwis, cukup lama aku termenung saja. Apalagi setelah dia mengatakan, bahwa
Rasiam sudah menghilang bersama-sama patung buaya itu. Aku memutuskan
untuk pulang ke Pekanbaru karena sangat trauma atas kejadian menyeramkan
yang kualami.
Siapa tahu perempuan siluman buaya yang seks maniak tersebut kembali lagi ke rumah teman ini, ingin melampiaskan nafsu
birahinya yang gagal menguasaiku hari itu.
Seminggu setelah tiba di Pekanbaru, aku masih merasa seperti orang
linglung. Kepada istri, aku mengatakan bahwa pekerjaan di Medan kurang
sesuai dengan bakat dan pendidikanku, sehingga memutuskan untuk
berhenti. Pengalaman mistis yang kualami bersama perempuan siluman buaya
sengaja kututup rapat-rapat, biarlah hal itu kuanggap
sebagai sepenggal catatan hitam dalam sejarah hidup.
Namun melihat keadaanku begitu kembali ke Pekanbaru seperti mengalami amnesia, istriku kemudian segera
membawaku berobat secara alternatif. Pakar kejiwaan yang menguasai masalah supranatural mengatakan diriku mengalami
traumatis karena pernah mengalami hal-hal yang sifatnya mistis dan magis. Cukup lama
juga diriku diterapi hingga kembali normal seperti semula.
Beberapa bulan kemudian, aku baru mendapat kabar, bahwa temanku Darwis Tanjung tewas dalam kecelakaan lalu lintas
di jalur perlintasan kereta api. Kejadian itu sehari setelah aku berada kembali di
Pekanbaru.
Rumah gedung mewahnya di perumahan Bumi Asri dikabarkan terbakar, ludes menjadi abu. Toko barang antik
almarhum di bilangan Kesawan dan Petisah menjadi rebutan dan sengketa dari para
ahli waris yang tidak jelas http://cermis-kita.blogspot.com
Mendapatkan uang gaib melalui media sate gagak merupakan ciri khas ilmu pesugihan Dewi Lanjar. Dikisahkan, sosok gaib Dewi Lanjar memiliki kekayaan melimpah, berupa harta emas lantakan dan tumpukan uang yang tak terhitung nilainya. Uniknya, mata uang yang dimiliki Dewi Lanjar ini mengikuti mata uang yang berlaku di alam manusia. Konon, mata uang rupiah, dollar Amerika, dollar Singapura, Ringgit Malaysia, dll, terdapat dalam tumpukan uang yang dimiliki Dewi Lanjar.
Itulah sebabnya banyak orang yang berupaya mendapatkan uang gaib tersebut. Mata uang yang diinginkan tergantung peminatnya, asalkan syarat yang diminta Dewi Lanjar dapat dipenuhi, yaitu sate gagak.
Sepintas mudah saja menyediakan sate gagak. Tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Itulah yang dialami Samsudin (48 tahun).
“Pengalaman yang saya alami sangat menakutkan. Bahkan dapat mengancam keselamatan jiwa. Sebaiknya jangan coba-coba mengikutinya,” kenang Samsudin yang menetap di Kampung Pekalipan, Cirebon.
“Bagaimana kisah itu terjadi?” Tanya Misteri.
“Awalnya kami ingin membuktikan uang gaib. Sebenarnya saya tidak terlalu percaya. Tetapi teman saya mengatakan ada seorang kyai di Banyumas, Jawa Tengah, yang memiliki kemampuan mendatangkan uang gaib,” kata Samsudin.
Selanjutnya dikisahkan, Samsudin bersama delapan orang temannya menemui Kyai Dullah di Banyumas. Mereka mengutarakan niatnya mendapatkan uang gaib.
Ketika itu Kyai Dullah hanya tersenyum mendengarnya.
“Apa kalian sudah mantap dengan niat itu? Apa tidak takut dengan resiko yang dihadapi?” Tanya Kyai Dullah.
Tentu saja semuanya menjawab mantap dan siap dengan resikonya. Niat itu sudah bulat dan tidak mungkin diubah lagi.
“Baiklah. Siapkan seekor burung gagak. Nanti kita lihat apa yang terjadi,” ujar Kyai Dullah.
Beberapa hari kemudian, Kyai Dullah bersama sembilan orang itu berangkat menuju pasar burung di Plered, Cirebon.
Nasib mereka mujur. Burung gagak berwarna hitam kelam berhasil diperoleh dengan harga 250.000 rupiah seekor.
Bahas Rencana
Pada hari yang telah ditentukan, mereka berkumpul di rumah rekan Samsudin membahas rencana semula.
“Berapa uang yang kalian inginkan?” Tanya Kyai Dullah yang memimpin acara itu.
Samsudin dan teman-temannya bingung mendengar pertanyaan yang mengejutkan itu.
“Lho! Kalian bagaimana? Ingin mendapatkan uang gaib tapi tidak tahu jumlahnya,” kata Kyai Dullah kesal.
“Lima belas milyar,” ujar rekan Samsudin memecah keheningan.
“Rupiah, dollar, ringgit…” Kyai Dullah menyambung cepat.
“Rupiah,” serentak jawaban keluar dari sembilan orang yang sedang bermimpi menjadi kaya tanpa susah payah.
“Baiklah. Burung gagak itu kalian potong dan siapkan 15 tusuk sate. Lalu siapa yang akan berjualan sate gagaknya?” Tanya Kyai Dullah.
Samsudin dan temannya hanya terbengong mendengar pertanyaan itu.
“Apa maksud Kyai?”
“Salah seorang diantara kalian bertugas menjual 15 tusuk sate gagak. Apabila ada yang datang membeli, jangan berikan sate itu sebelum sang pembeli membayar 1 milyar untuk satu tusuk sate,” Kyai Dullah menjelaskan.
“Siapapun yang berjualan harus memastikan pembeli menyediakan uang sebanyak yang kalian inginkan. Kalian juga harus membawa selembar uang seratus ribu sebagai contoh. Katakan pada pembeli agar menyediakan uang seperti uang yang kalian bawa itu,” lanjut Kyai Dullah.
Kesembilan orang itu tersenyum mendengar penuturan Kyai Dullah. Tampaknya tidak terlalu sulit mendapatkan uang bermilyar-milyar rupiah. Tetapi mereka serentak diam, ketika Kyai Dullah bertanya siapa yang akan bertugas menjadi penjual sate gagak.
Terjadilah perdebatan. Mereka saling tunjuk siapa yang akan menjadi penjual. Setelah disepakati, Samsudin dipilih mengambil tugas itu.
Kyai Dullah lalu memanggil Samsudin untuk menjelaskan apa yang harus dilakukan saat berjualan.
“Kamu harus berani dan jangan gentar. Ingat, dalam dunia gaib, justru penjual yang menjadi raja dan bukan pembeli,” nasihat Kyai Dullah.
Memang terdengar aneh. Bisnis manusia jelas mengatakan pembeli adalah raja. Sementara di alam gaib sebaliknya, penjual adalah raja.
Jualan Sate Gagak
Pada malam Jumat, sekitar pukul 21.00 malam, menggunakan mobil mereka menuju tempat yang dipilih berjualan sate. Lokasinya di muara sungai Kalijaga, persis di tepi laut.
Seorang diri Samsudin berjalan ke arah lokasi tersebut sambil membawa 15 tusuk sate gagak dan peralatan untuk membakar sate. Lokasi tersebut dipenuhi pepohonan lebat dan alang-alang. Sambil berjalan, Samsudin harus membabat alang-alang dengan sebilah parang. Sekitar 1 meter dari tepi laut, Samsudin membersihkan tempat yang akan digunakan berjualan. Setelah itu dia mulai membakar satu persatu sate yang dipersiapkan.
Sementara itu, posisi Kyai Dullah dan teman-temannya berada di dekat mobil yang berjarak sekitar 500 meter dari Samsudin. Kyai Dullah melakukan ritual dekat mobil tersebut.
Tepat jam 22.00 malam, 15 tusuk sate yang dibakar sudah matang dan siap dijual. Aroma daging terbakar menyeruak ke segala arah.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dullah, Samsudin berteriak-teriak seolah memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak. Siapa mau beli,” teriak Samsudin sambil mengacung-acungkan satenya.
Tampaknya belum ada yang datang membeli. Samsudin mulai didera rasa takut. Suasana malam terasa mencekam. Debur ombak dan desiran angin mendirikan bulu roma. Pada saat itu, Samsudin membaca doa-doa dalam hati.
Beberapa saat kemudian, Samsudin tersentak kaget mendengar suara petir yang keras. Kilatan petir bahkan berjarak beberapa meter dari tempatnya duduk.
“Astaghfirullah,” teriak Samsudin dalam batin. Kilatan petir terasa menyambar kepala, hingga secara refleks menunduk menghindarinya.
Belum hilang rasa kaget mendengar petir, tiba-tiba seekor burung hantu terbang berputar-putar. Samsudin yang tangan kanannya masih memegang sate gagak langsung saja mengacung-acungkan tangannya sambil berteriak. Sementara tangan kirinya memegang selembar uang seratus ribu rupiah.
“Sate gagak… sate gagak…siapa mau beli,” teriak Samsudin dengan suara parau.
Burung hantu itu hinggap pada sebatang pohon sekitar 10 meter darinya. Matanya menatap tajam. Samsudin balas menatapnya sambil terus berteriak-teriak menawarkan sate gagak.
Burung hantu itu lalu turun di tanah dan mulai berjalan mendekat. Tetapi tiba-tiba saja burung itu terlempar menjauh sambil mengeluarkan suara keras.
Samsudin terkejut melihat kejadian itu. Tapi dia tidak mengerti apa yang terjadi.
Sambil membakar sate gagak agar aroma daging tetap menyebar, Samsudin terus berteriak-teriak memanggil pembeli.
“Sate gagak….sate gagak…sate gagak. Siapa mau beli,” teriak Samsudin.
Entah darimana datangnya, Samsudin tersentak melihat sosok gaib berujud manusia setengah badan muncul dari semak-semak belukar.
Sosok gaib itu hanya terlihat dari dada ke atas. Bagian perut dan kakinya tidak ada. Sosok gaib itu berambut gondrong, berwajah seram dan mata merah menyala. Seperti melayang, sosok itu mendekati Samsudin.
Anehnya, sosok itu berhenti 10 meter di depan Samsudin. Makhluk dari bangsa jin itu menatap tajam dengan mulut seolah sedang berbicara.
“Sate gagak…sate gagak….sate gagak. Ayo beli sate gagak. Murah…satu milyar untuk satu tusuk sate gagak,” kata Samsudin berteriak sambil mengacungkan sate gagak di tangan kanan dan uang seratus ribu di tangan kiri. Samsudin berharap makhluk gaib itu datang mendekatinya dan membeli sate gagak.
Sebagaimana petunjuk Kyai Dullah, Samsudin harus menunjukkan sate gagak itu kepada pembeli. Apabila sang pembeli berminat, maka Samsudin harus pula menyodorkan uang seratus ribu rupiah untuk pembayarannya.
Tetapi Samsudin heran melihat sosok setengah badan itu tidak juga mendekat. Padahal ekspresi wajah gaib itu terlihat berminat membeli sate.
Samsudin tidak menyerah. Dia terus berteriak-teriak menawarkan dagangannya. Agaknya pancingan ini berhasil, sosok gaib itu bergerak mendekatinya.
Tiba-tiba sosok gaib itu mengeluarkan suara lengkingan keras disertai kobaran api. Sosok gaib itu terbakar dan kemudian lenyap.
“Astaghfirullah,” teriak Samsudin dalam batin. Dia heran mengapa makhluk itu terbakar.
Buaya Putih
Tetapi Samsudin tetap bertahan. Keinginannya mendapatkan uang gaib sudah bulat. Apapun yang terjadi. Samsudin memang kesal dengan teman-temannya yang memilihnya berjualan sate. Sementara mereka asyik duduk di mobil menunggu perkembangan. Pada saat itu Samsudin tidak menyadari rekan-rekannya di dalam mobil lari kocar-kacir akibat mobil tersebut diguncang-guncang keras sejumlah sosok gaib hingga terperosok ke dalam parit. Bahkan Kyai Dullah pun lari ketakutan.
Sekitar pukul 02.00 pagi, Samsudin melihat pemandangan aneh. Dua buah perahu melaju pelan dari arah muara sungai Kalijaga. Semakin lama perahu itu mendekati posisi duduknya yang hanya berjarak 1 meter dari tepi laut.
Samsudin mengamati kedua perahu itu. Aneh, tidak ada seorang pun di dalam perahu. Tetapi Samsudin dengan sangat jelas melihat beberapa tumpukan karung di dalam perahu.
“Apa isi karung-karung itu? Pikir Samsudin. Setelah Samsudin menghitung, ternyata jumlah karung itu ada 15.
“Apakah karung-karung itu berisi uang 15 milyar? Tetapi mengapa perahu itu terus berjalan dan tidak berhenti?” Tanya Samsudin dalam hati.
Kedua perahu itu berjalan di muara sungai dan menuju laut lepas. Deburan ombak seketika melenyapkan perahu itu.
Samsudin mulai pesimis sate gagak yang dijualnya akan laku. Tetapi dia belum mau beranjak pulang sebelum kedatangan sosok gaib Dewi Lanjar. Dia masih menunggu putri dari bangsa jin yang sangat kaya itu.
Menjelang pukul 03.00 pagi, Samsudin dikejutkan kedatangan seekor buaya putih berukuran raksasa. Lebar badan buaya itu sekitar 2 meter, dengan panjang hampir 15 meter.
Buaya berbadan besar itu muncul dari dalam sungai dan berjalan terseok-seok mendekatinya.
“Sate gagak…sate gagak. Ayo beli sate gagak,” teriak Samsudin sambil menatap ke arah buaya yang berjarak sekitar 10 meter. Kali ini, tubuh Samsudin gemetar. Dia khawatir buaya itu akan memangsa dirinya dan bukan sate gagak yang dipegangnya.
Lagi-lagi kejadian yang sama terulang. Buaya yang mendekatinya itu terlempar jauh ke belakang. Tubuhnya melayang dan terhempas di permukaan sungai. Suaranya keras menggelegar.
“Astaghfirullah,”teriak Samsudin.
Beberapa saat kemudian, muncul lagi buaya besar dan berjalan mendekatinya. Tetapi buaya itu kembali terhempas di permukaan sungai.
Setelah peristiwa itu, tidak ada lagi kejadian aneh yang dialami hingga fajar menyingsing.
Samsudin berkemas meninggalkan lokasi berjualan dan berjalan menuju temannya menunggu di mobil.
Dia heran melihat teman-temannya sibuk mendorong mobil yang terperosok di parit.
“Apa yang terjadi?” Tanya Samsudin.
Seorang temannya mengatakan, mobil itu diguncang-guncang sosok tak kasat mata hingga terperosok di parit. Beruntung tidak terlalu membahayakan. Mobil pun dikeluarkan dari parit hingga mereka dapat pulang.
Dalam perjalanan pulang, Kyai Dullah bertanya kepada Samsudin seputar pengalaman yang dialami.
Setelah mendengar cerita Samsudin, Kyai Dullah tersenyum.
“Tentu saja sate gagak itu tidak laku. Sepanjang berjualan kamu terus melantunkan zikir di dalam hati. Dewi Lanjar takut dan tidak berani mendekat,” kata Kyai Dullah yang mengaku baru pertama kali ini gagal mendatangkan uang gaib.
Menutup kisahnya kepada Misteri, Samsudin berkata,
“Ini pelajaran buat saya bahwa mendatangkan uang gaib itu perbuatan batil. Buktinya makhluk gaib itu takut dengan bacaan zikrullah.”
http://www.majalah-misteri.net
Toilet ini menyandang predikat toilet paling ekstrim di dunia. Mengapa? Jumlahnya hanya satu dan bertengger di tebing setinggi lebih dari 8.500 kaki di Pegunungan Altai, Rusia.
Toilet tersebut juga terkenal sebagai jamban genting para staf pemantau cuaca di stasiun cuaca terpencil di Kara-Tyurek, yang mulai bekerja sejak 1939.
Sebanyak lima staf yang bekerja hanya menerima kunjungan tukang pos sekali dalam sebulan untuk mengumpulkan data cuaca dan helikopter yang memberikan pasokan makanan dan air setiap musim gugur.
"Toilet mungkin tempat paling romantis, tetapi ada beberapa bagian dunia di mana orang-orang telah membuat mereka sesuatu yang benar-benar istimewa," terangn salah satu agen berita di Belarusia.
Seperti mengutip nydaily, Jumat(29/11/2013), Commode Siberia, begitu nama toilet ini, tercatat sebagai yang paling ekstrim di dunia. Namun ketakutan pemakaianya menguap seiring penggunaannya yang telah bertahun-tahun. [aji]
gayahidup.inilah.com