Barang bukti yang disita pihak kepolisian di Jepang terkait usaha live chatting gadis-gadis bawah umur. Foto: KYODO
Bisnis
seks di mana-mana memang sama, banyak menguntungkan karena memang
memperoleh banyak permintaan. Dalam enam bulan mendapatkan hasil 220
juta yen atau Rp 26,4 miliar (kurs Rp 120 per yen). Terdaftar 9.800
orang tamu. Berarti seorang mengeluarkan sekitar 22.500 yen atau sekitar
Rp 2,7 juta untuk sebuah kepuasan seks.
Keuntungan itu tidak
bersentuhan wanita, tetapi hanya lewat internet saja, live chatting
dengan gadis di bawah umur yang pakai baju renda-renda lucu. Kemudian
lama-lama semakin panas pembicaraan, sang gadis semakin melepas bajunya
dan telanjang tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Live chatting selama
10 menit saja sudah bisa memeras kantong kita sekitar Rp.150.000,-.
Dua
tempat penayangan live chatting lewat internet, satu di Kagamigahara,
perfektur Gifu dan satu lagi di Ebisuhonmachi, Naniwa-ku, Osaka telah
digrebek polisi Jepang, mempekerjakan paruh waktu 1500 gadis. Empat
orang di antaranya gadis di bawah umur dengan usia antara 15-18 tahun.
Usia dewasa di Jepang mulai 20 tahun.
Di perfektur Gifu juga
demikian. Akibatnya Tsukasa Ishii (37) yang memulai usaha live chatting
gadis telanjang sejak Oktober 2010 sampai dengan Januari tahun ini, jadi
buron. Setelah dalam pengejaran polisi beberapa bulan, belum lama ini
Oktober, Ishii ditangkap polisi dengan tuduhan pelanggaran undang undang
tenaga kerja.
Demikian pula September lalu di sebuah mansion di
Nagoya sebanyak 12 kali telah dilakukan penayangan live chatting gadis
telanjang di bawah umur, dan bahkan mempekerjakan selama 24 jam para
gadis muda ini.
Yosuke Kamiyama, 26, ditangkap polisi dengan
tuduhan pelanggaran undang-undang tenaga kerja yang tak boleh
mempekerjakan anak di bawah umur serta tak boleh mempekerjakan lebih
dari 8 jam, apalagi sampai 24 jam. Polisi membuktikan penayangan
chatting live gadis telanjang sampai jam 5 pagi antara Maret sampai
dengan Agustus 2010.
Semua usaha seks tersebut sebagai bagian
dari jaringan kejahatan Jepang yang sering dikenal dengan nama Yakuza.
Namun dilakukan oleh bagian terbawah yang biasa kita sebut chimpila,
para pelaksana di lapangan. Lalu mereka akan menyetor uangnya kepada
atasannya, dan atasannya itu akan menyetor "pajak" pula kepada yang
lebih atas lagi, demikian seterusnya.