Puasa tidak sekadar menahan lapar dan haus. Puasa adalah ajang berlatih mengontrol diri dari nafsu buruk, serta lebih dekat kepada Sang Pencipta. Bagi kita yang berpuasa dan tinggal di Indonesia, menjalankan puasa relatif lebih mudah karena semua tempat makanan dan hiburan ikut menghormati orang yang berpuasa.
messageinternational.org
Bagaimana dengan mereka yang ada di negara dengan mayoritas non-muslim? Sejujurnya, tak semua orang yang berkewajiban berpuasa bisa menjalankannya dengan penuh. Namun, banyak juga yang memaknai puasa dengan setulusnya.
Dari hasil telusur suaramedia.com yang menulis tentang mahasiswa-mahasiswa muslim di Amerika Serikat, berikut dua komentar terbaik yang bisa menjadi inspirasi dan penguat bagi kita yang menjalankan ibadah puasa.
Abdullah Shamari
Berusia 19 tahun dari Pomona California, Abdullah Shamari adalah mahasiswa tahun kedua di University of California. Ia menceritakan bagaimana ketika ia masih berusia 6 atau 7 tahun, sangat bersemangat untuk berpuasa.
“Saya berpuasa di sekolah dan kemudian buka puasa ketika saya pulang ke rumah. Ada anak-anak yang masih berusia 6 atau 7 tahun melakukan puasa penuh. Orang tua disini tidak menyuruh anak-anak untuk berpuasa, namun anak-anak sendiri yang menginginkannya.”
Ia mengakui bahwa dia sendiri berpuasa penuh mulai usia 11 tahun.
“Ketika Anda bertumbuh dewasa anda akan menyadari pentingnya puasa. Ada yang lebih dari sekedar menahan lapar ataupun menghindari makanan. Namun lebih ke puasa moral. Anda memperbaiki diri anda di segala aspek.”
Ia mengatakan hari pertama adalah yang tersulit, “Di hari pertama dan Anda tidak pernah berpuasa setahun sebelumnya, Anda akan merasa lapar. Anda akan mengalami sakit kepala. Tapi, selanjutnya, Anda tidak akan merasakan lapar.”
Ia menggambarkan puasa seperti berjuang dalam balapan yang panjang dan ada titik-titik dimana ia ingin berhenti, namun setelah melewati titik tersebut, “Anda akan terus berlari” ujarnya.
“Anda lapar dan Anda tahu anda harus terus melanjutkannya. Pada akhir dari perjalanan, Anda akan merasa lega karena telah berhasil mencapai sesuatu yang telah memperbaiki diri Anda dengan cara tertentu, bahkan jika itu adalah menghilangkan satu kebiasaan buruk kecil.”
Ismahan Warfa
Mahasiswi tahun terakhir di University of California ini selalu ditanya oleh orang-orang di sekitarnya, “Orang-orang bertanya kepada saya ‘Apakah anda sedang diet?’ dan saya menjawab ‘tidak’. Banyak sekali orang yang salah mengira bahwa Ramadhan adalah saat dimana orang-orang Islam berlapar-lapar tanpa alasan. Orang-orang berdiet untuk menjadi kurus; tapi puasa, memiliki tujuan lain. Puasa mengajarkan Anda pengendalian diri.”
Ilustrasi mahasiswi muslim di AS / boston.com
Selama satu bulan “Anda harus mengontrol lidah Anda, yakinkanlah bahwa Anda bersikap baik pada orang-orang. Anda beramal dan bersedekah kepada mereka yang kurang beruntung.”
Ismahan berkata ia menggunakan bulan ini untuk merefleksikan karakternya dan melihat kekurangan-kekurangan tertentu yang ini dirubah sehingga dapat menjadi orang yang lebih baik. “Saya telah menetapkan tujuan untuk diri saya sendiri untuk mengingat sebuah ayat dari Al-Quran dan mencoba menerapkannya pada diri saya.
“Karena kami adalah manusia, kami selalu menginginkan makan, saya memiliki kelemahan pada coklat. Namun saya merasa kecewa dengan diri saya jika membiarkan nafsu tersebut mengontrol saya.”
Ia mengakui bahwa ia merasa sedih ketika bulan Ramadhan berakhir. “Anda merasa berkah bulan Ramadhan. Pada saat yang sama saya merasa bahagia karena saya telah menetapkan tujuan saya untuk sepanjang tahun. Saya sangat mencintai bulan itu.”
Demikianlah perjuangan mahasiswa di California. Bagi kamu yang bersekolah di luar negeri punya cerita menarik juga? Silahkan berbagi dengan teman-teman di sini, ya.
Sumber:
blogselasamalam
Dari hasil telusur suaramedia.com yang menulis tentang mahasiswa-mahasiswa muslim di Amerika Serikat, berikut dua komentar terbaik yang bisa menjadi inspirasi dan penguat bagi kita yang menjalankan ibadah puasa.
Berusia 19 tahun dari Pomona California, Abdullah Shamari adalah mahasiswa tahun kedua di University of California. Ia menceritakan bagaimana ketika ia masih berusia 6 atau 7 tahun, sangat bersemangat untuk berpuasa.
“Saya berpuasa di sekolah dan kemudian buka puasa ketika saya pulang ke rumah. Ada anak-anak yang masih berusia 6 atau 7 tahun melakukan puasa penuh. Orang tua disini tidak menyuruh anak-anak untuk berpuasa, namun anak-anak sendiri yang menginginkannya.”
Ia mengakui bahwa dia sendiri berpuasa penuh mulai usia 11 tahun.
“Ketika Anda bertumbuh dewasa anda akan menyadari pentingnya puasa. Ada yang lebih dari sekedar menahan lapar ataupun menghindari makanan. Namun lebih ke puasa moral. Anda memperbaiki diri anda di segala aspek.”
Ia mengatakan hari pertama adalah yang tersulit, “Di hari pertama dan Anda tidak pernah berpuasa setahun sebelumnya, Anda akan merasa lapar. Anda akan mengalami sakit kepala. Tapi, selanjutnya, Anda tidak akan merasakan lapar.”
Ia menggambarkan puasa seperti berjuang dalam balapan yang panjang dan ada titik-titik dimana ia ingin berhenti, namun setelah melewati titik tersebut, “Anda akan terus berlari” ujarnya.
“Anda lapar dan Anda tahu anda harus terus melanjutkannya. Pada akhir dari perjalanan, Anda akan merasa lega karena telah berhasil mencapai sesuatu yang telah memperbaiki diri Anda dengan cara tertentu, bahkan jika itu adalah menghilangkan satu kebiasaan buruk kecil.”
Ismahan berkata ia menggunakan bulan ini untuk merefleksikan karakternya dan melihat kekurangan-kekurangan tertentu yang ini dirubah sehingga dapat menjadi orang yang lebih baik. “Saya telah menetapkan tujuan untuk diri saya sendiri untuk mengingat sebuah ayat dari Al-Quran dan mencoba menerapkannya pada diri saya.
“Karena kami adalah manusia, kami selalu menginginkan makan, saya memiliki kelemahan pada coklat. Namun saya merasa kecewa dengan diri saya jika membiarkan nafsu tersebut mengontrol saya.”
Ia mengakui bahwa ia merasa sedih ketika bulan Ramadhan berakhir. “Anda merasa berkah bulan Ramadhan. Pada saat yang sama saya merasa bahagia karena saya telah menetapkan tujuan saya untuk sepanjang tahun. Saya sangat mencintai bulan itu.”
Demikianlah perjuangan mahasiswa di California. Bagi kamu yang bersekolah di luar negeri punya cerita menarik juga? Silahkan berbagi dengan teman-teman di sini, ya.
blogselasamalam