Inilah yang dialami puluhan wanita yang ingin melakukan pembalasan terhadap sebuah website beralamat di Texxxan.com dan juga perusahaan website hosting Go Daddy.com. Mereka menuntut kedua website tersebut, karena telah digunakan sebagai media oleh para mantan kekasihnya untuk mengunggah foto telanjang wanita tersebut.
Satu di antaranya adalah Mariana Taschinger. Kepada ABC News, Taschinger berbagi cerita. Ketika berusia 18 tahun, dia mengirimkan foto telanjangnya kepada sang pacar yang masih duduk di bangku SMA.
"Ketika memintaku untuk mengirimkan foto itu, dia berjanji tidak akan menyebarkan kepada orang lain," kata Taschinger seperti yang dilansir abcnews.com.
Kini, setelah lima tahun berlalu dan hubungan mereka telah berakhir, foto Taschinger justru muncul di website Texxxan.com. Taschinger langsung menghubungi mantan kekasihnya untuk mengkonfirmasi mengenai foto tersebut. Si pacar membantah telah melakukan itu.
"Tapi ada 14 foto mantan pacarnya yang lain terpajang di website yang sama. Setelah tahu, aku merasa tidak perlu lagi konfirmasi darinya," ujar Taschinger.
Hal yang sama juga menimpa Hollie Toups. Namun Toups tidak mengetahui siapa yang tega mengunggah foto pribadinya di website itu. Tidak hanya foto, pelakunya juga memajang informasi pribadi milik Hollie.
"Aku tidak dapat bernafas dan mulai menangis karena tidak merasa berdaya menghadapi kejadian ini. Aku benar-benar merasa malu karena orang-orang dengan mudah mendapat informasi mengenai diriku," kata Toups.
Pengacara para korban, John Morgan telah mengeluarkan tuntutan kepada Texxxan.com dan Go Daddy.com yang menyediakan alamat bagi 54 juta website lainnya. Menurut Morgan, kejadian ini merupakan bentuk dari perdagangan manusia di dunia maya.
"Ini dapat dianggap pemerkosaan di dunia maya, karena pelaku mengambil foto wanita untuk mempermalukan mereka," ujar Morgan
Dalam melakukan tugasnya ini, Morgan pun mendapat teror dari pelaku melalui sebuah surat. Di dalam surat tersebut, para pelaku meminta agar Morgan mengunggah kembali foto-foto para korban di website lain agar seluruh dunia bisa melihatnya.
Namun ada hal yang tidak biasa dari kasus ini. Para korban ternyata tidak hanya mengejar mantan kekasih mereka yang diduga melakukan aksi tersebut, tetapi juga orang yang bersedia membayar untuk berlangganan informasi mengenai korban.
Pendapat berbeda datang dari Direktur Santa Clara University School of Law's High Tech Law Institute, Eric Goldman. Menurut Goldman, tuntutan yang diajukan korban lemah dan bahkan salah alamat. Kedua website tersebut tidak harus bertanggung jawab atas dokumen yang diunggah oleh orang lain ke dunia maya.
"Para penggugat tidak bisa menang melawan kedua website tersebut, karena pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas konten yang sudah ditaruh di dunia maya adalah orang-orang yang mengunggahnya," tutur Goldman menjelaskan. (umi)
http://dunia.news.viva.co.id