Kronologi Ibu yang Bunuh Anak Kandung Karena Ukuran Kelamin

'Anak Gedongan' Itu Kesayangan Retno dan Suparmin
Retno Purwati (38) khusyuk membaca buku pengajian di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, Selasa (26/2/2013) malam. Raut gelisah tampak sekali di wajah ibu dua anak itu. Entah apa yang terlintas dalam benaknya hingga dia tega menghabisi putra bungsunya sendiri, Viki Riska Suparmin (7). Bocah yang lahir pada 3 Juni 2004 itu menjadi anak kesayangan Retno dan Suparmin (42), suaminya.
Seperti halnya Viki, Cika Surya Suparmin (13)--kakak Viki--juga mengalami hal serupa. Atas perlakuan orangtuanya itu, lingkungan sekitar kontrakan yang beralamat di Gang Lele RT 05 RW 01, Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, menjuluki Viki dan Cika sebagai 'anak gedongan'.
"Anaknya mah bersih. Sehari-hari mainnya di sini (sekitar rumah) saja, nggak kayak anak lain yang main ke mana, gitu. Namanya kayak anak gedong-lah," ujar Hutarja alias Godek (41), tetangganya.
Meski tumbuh dan berkembang di lingkungan yang padat penduduk, Viki yang duduk di kelas 3 SD dan Cika yang duduk di kelas 2 SMA tampak tak terpengaruh aktivitas teman-temannya. Retno menerapkan disiplin bagi anak-anaknya, jika waktu telah menunjukan jadwal tertentu yang sudah tercatat sebelumnya, Viki dan Cika pun melaksanakannya dengan patuh.
Di mata tetangga, kedisiplinan tersebut bukanlah tercipta lantaran Retno yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga dan suaminya yang bekerja di perusahaan penyulingan air itu galak, melainkan mereka sangat menyayangi dua buah hatinya. Hal tersebut pun membuat komunikasi di dalam keluarga kecilnya diketahui sangat baik.
"Harmonis mereka. Nggak pernah cekcok, sama tetangga juga baik. Makanya kok saya kaget banget ada kejadian kayak gini," ujar Hutarja.
Saking sayangnya, tega membunuh?
Liburan sekolah Desember 2012 silam, menjadi awal tragedi keluarga harmonis tersebut. Retno sekeluarga pulang ke kampung halaman di Grobogan, Jawa Tengah. Di sana, Retno mengkhitankan sang putra yang berbadan gempal tersebut. Setelah itu, mereka pun pulang kembali ke Jakarta. Namun, kondisi kelamin Viki diketahui kurang bagus pascasunat lantaran terdapat luka dan semakin mengecil bentuknya.
Beberapa waktu kemudian, usai berembuk dengan suaminya, orangtua yang tergolong ekonomi menengah tersebut membawa Viki ke Rumah Sunat Indonesia di Bekasi, Jawa Barat, untuk memperbaiki kondisi kelamin sang putra. Namun, lagi-lagi usaha tersebut mentok. Kondisi kelamin bocah malang tersebut tak berubah.
"Kalau anak cowok (kelaminnya) nggak ada, mendingan mati saja. Gitu si ibu bilang sama anaknya," ujar Kepala Kepolisian Sektor Cakung Kompol Azhar Nugroho di rumah Retno.
Retno mengaku khawatir jika suatu saat putra satu-satunya itu menjadi bahan cemoohan rekan sepermainannya begitu mengetahui kondisi kelaminnya yang dianggap ibunya tak sempurna. Hal inilah yang diduga kuat menjadi motif Retno tega mengikat tangan dan kaki Viki dengan tali dan membenamkan kepalanya di ember di kamar mandi rumahnya hingga tewas, Selasa siang.
Setelah tak bernyawa lagi, Retno membaringkan sang putra di kasur ruang tengah kontrakannya. Retno mengenakan baju serta mendandani sang putra dengan kain kafan di bagian kepalanya layaknya orang yang sudah meninggal. Tanpa rasa bersalah, Retno kemudian menjemput Cika yang saat peristiwa tragis itu tengah bersekolah. Seakan sudah mempersiapkan strategi.
Setelah bertemu putrinya di sekolah, dia menyuruh Cika untuk pulang sendiri ke rumahnya. Menjaga adik adalah instruksi sang ibunda. Di sisi lain, Retno juga menyuruh Cika menelepon sang ayah untuk pulang dari tempat kerjanya. Tanpa curiga sedikit pun Cika melaksanakan perintah ibundanya sementara Retno diketahui menyerahkan diri ke Kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur.
"Biar ibu semua yang menanggung, daripada dedek yang menanggung. Ibu nggak mau dedek jadi omongan orang setelah dewasa nanti," kata Retno saat menyerahkan diri ke penyidik polisi.
Di tempat terpisah, Cika, kakak Viki, tampak bingung seorang diri di rumahnya melihat sang adik telah terbungkus kain kafan di kepala dan membiru di bagian wajahnya. Hentakan dan teriakan sang kakak tak juga membangunkan Viki yang diketahui telah pergi selama-lamanya itu.
Kemudian polisi datang memeriksa korban diiringi dengan isak tangis Suparmin yang datang setelahnya. Kini, sang ibu masih diperiksa intensif di Unit PPA Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Retno dikenakan Pasal 338 KUHP subsider Pasal 81 Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara. 

megapolitan.kompas.com